KabarToraya.com — Tino Saroengallo, seorang tokoh multitalenta dalam dunia media, film, dan jurnalisme Indonesia, lahir di Jakarta pada 10 Juli 1958. Perjalanan kariernya yang panjang dan beragam memberikan gambaran yang menarik tentang bagaimana seorang profesional dapat mengembangkan dirinya di banyak bidang, mulai dari dunia media cetak hingga dunia perfilman.
Masa Pendidikan dan Awal Karier
Tino menyelesaikan pendidikan sarjananya di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, pada tahun 1986, dengan mengambil jurusan Studi Cina. Setelah lulus, ia sempat bekerja sebagai door-to-door salesman di perusahaan Electrolux selama enam bulan. Pengalaman ini menjadi batu loncatan bagi kariernya di dunia media. Pada tahun 1987, ia mulai terjun ke dunia jurnalistik dan media dengan bekerja sebagai reporter di beberapa media, di antaranya Tabloid “Mutiara”, majalah berita “X’tra”, serta majalah bergambar “Jakarta-Jakarta”. Selain itu, ia juga aktif sebagai penulis lepas di berbagai media, mengasah keterampilan menulis dan kemampuannya dalam menggali berbagai isu.
Berpindah ke Dunia Televisi dan Film
Tahun 1988 menandai titik balik dalam karier Tino ketika ia bergabung dengan stasiun televisi swasta RCTI yang baru berdiri. Di RCTI, ia mulai berkiprah di dunia produksi televisi sebagai manajer produksi dan penulis program. Keterlibatannya dalam pembuatan berbagai program televisi memberikan pengalaman berharga yang membawanya semakin dekat dengan dunia film. Tino kemudian memperluas jangkauan kariernya dengan merambah dunia produksi film, baik itu film iklan maupun film cerita.
Sebagai produser film iklan, Tino dikenal luas berkat sejumlah iklan terkenal yang ia tangani. Sejak 2009, ia memproduksi sejumlah iklan Djarum yang terkenal dengan konsep-konsep ekstrem dan menantang, seperti Sky Boarding di Malibu, California, dan Bull Race di Bukittinggi, Indonesia. Iklan-iklan ini bukan hanya sukses di pasar Indonesia, tetapi juga mendapatkan perhatian internasional karena menampilkan aksi-aksi ekstrem yang jarang ditemui di iklan-iklan lain pada masa itu.
Namun, Tino tidak hanya dikenal sebagai produser iklan. Ia juga memiliki pengalaman luas di dunia film cerita. Ia pernah terlibat dalam sejumlah film besar baik sebagai manajer produksi, manajer lokasi, hingga pemain. Beberapa film yang pernah ia kerjakan antara lain Victory (1995), Pasir Berbisik (2001), Eat Pray Love (2010), hingga Blackhat (2015). Dalam beberapa kesempatan, Tino juga tampil sebagai figuran atau cameo dalam berbagai film, seperti Petualangan Sherina (2000) dan Arisan! (2003). Ia dikenal sebagai “spesialis peran sekelebat”, memerankan karakter-karakter kecil namun memberikan kesan mendalam dalam film-film yang ia ikuti.
Keberhasilan di Dunia Dokumenter
Selain film iklan dan film cerita, Tino juga aktif di dunia film dokumenter. Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah film dokumenter Student Movement in Indonesia: They Forced Them to be Violent, yang mengangkat kisah gerakan mahasiswa Indonesia dan dampaknya terhadap politik Indonesia. Film ini berhasil meraih penghargaan Best Short Film di Asia Pacific Film Festival ke-47 yang diadakan di Seoul pada tahun 2002, serta Piala Citra untuk kategori Film Dokumenter Terbaik pada Festival Film Indonesia 2004.
Keberhasilan ini membuka jalan bagi Tino untuk lebih sering diundang sebagai juri dalam berbagai festival film dokumenter, termasuk Festival Film Indonesia dan Eagle Awards Documentary Competition yang diselenggarakan oleh Metro TV. Selain itu, Tino juga banyak terlibat dalam pembuatan film dokumenter televisi tentang Indonesia dan bekerja sebagai fixer untuk ARD-TV Jerman, membantu proses peliputan berita di Indonesia.
Karya Tulis dan Buku
Tino bukan hanya seorang praktisi media dan perfilman, tetapi juga seorang penulis. Ia telah menghasilkan sejumlah buku yang menggali pengalamannya dalam dunia media dan film. Beberapa bukunya yang telah diterbitkan antara lain Ayah Anak Beda Warna! Anak Toraja Kota Menggugat (2008), Dongeng Sebuah Produksi Film (2008), dan Dongeng Produksi Film Dokumenter (Asing) Di Indonesia (2015). Buku terakhir ini merupakan bagian pertama dari trilogi yang berfokus pada produksi film asing di Indonesia. Meskipun buku kedua trilogi sudah selesai ditulis, Tino masih berusaha mencari penerbit yang tepat, sedangkan buku ketiganya masih dalam tahap pengembangan.
Selain buku-buku tersebut, pada 2016, Tino bersama Icang Tisna S. Tisnamiharja dan Nina Masjhur menerbitkan buku skenario film Pantja Sila: Cita-cita & Realita. Buku ini mengisahkan mengenai filosofi dasar negara Indonesia dan realitas sosial-politik yang berkembang saat ini. Buku ini berhasil meraih berbagai penghargaan, termasuk Apresiasi Film Indonesia (2016), Piala Maya (2016), dan Usmar Ismail Awards (2017).
Film Dokumenter dan Aktivitas Terbaru
Sejak 2015, Tino kembali fokus pada dunia film dokumenter. Salah satu proyek terbarunya adalah Sudah Selayaknya (Sindo’ Toding), sebuah film dokumenter yang mengangkat upacara penguburan di Toraja. Proyek ini mencerminkan ketertarikan Tino terhadap budaya Indonesia, khususnya Toraja, yang ia dokumentasikan melalui berbagai karya film. Tino juga sedang menyelesaikan buku kumpulan tulisannya yang berjudul Meludah(i) Dengan Kata, yang berisi refleksi dan pemikiran Tino selama periode 2012-2017.
Dengan pengalaman lebih dari tiga dekade di industri media dan film, Tino Saroengallo telah membuktikan dirinya sebagai salah satu tokoh penting di dunia perfilman dan dokumentasi Indonesia. Dari jurnalis hingga produser dan sutradara film, ia telah meninggalkan jejak yang signifikan dalam dunia seni dan media, baik di Indonesia maupun di kancah internasional. Karya-karya Tino, baik di dunia film iklan, film dokumenter, maupun buku, tetap relevan dan memberikan kontribusi besar dalam memajukan industri kreatif di tanah air.